Lombok Timur. SK_ Mata air dan air mata merupakan suku
kata yang sulit dipisahkan, bahkan dibeberapa lagu tercipta mata air dan
air mata. Sebut saja karya seniman legendaries Iwan fals dan musisi
dangdut H. Rhoma Irama menggema menyampaikan polemik rakyat secara
universal. Permasalahannya berawal pada pengelolaan dan pemampaatan
berkesenjangan, baik yang dirampas oleh kaum kapitalis maupun otoritas
kebijakan penguasa seakan tak berpihak pada rakyat.
Suasan perkampungan hijau dan mata air Lemor jernih membisikan kata hati “ Entah apa gerangan?”. Namun hal itu tentu kita pahami dibalik hijaunya pemukiman tersimpan hati warga penuh kepolosan. Tidak paham dengan hak sebagai warga. Sementara pemerintah terlalu asyik dengan kursi dan tahta serta melupakan kewajiban dan keberpihakan terhadap rakyat.
Di
perkampungan lingkar hutan Lemor namun tidak dapat menikmati sumber
mata airnya, yah,, keadaan ini hanya bergantung pada hujan. Kegelisahan
sangat jelas terlihat diraut wajah mereka, ketika kehabisan air minum
ataupun kekurangan air untuk kegiatan mencuci dan mandi.
Mata air begitu banyak namun tidak dapat dinikmati. Seakan tidak memiliki sumber air bersih yang lain, selain air hujan. Warga seakan hidup suasana surga kering hanya mengandalkan parit sebagai penampung air hujan yang tak layak diminum dan dipakai.
Pemenuhan terhadap air bersih oleh Negara adalah hak dasar yang wajib didapatkan oleh setiap warga Negara. Tetapi setelah 68 tahun kemerdekaan RI, masyarakat tidak pernah mendapatkannya. Mereka seakan hilang dari perhatian pemerintah.
Eksisnya perusahaan air minum terkelola oleh daerah/ PDAM seakan terampas hak warga dalam pengelolaan dan pemanfaatan. Kesimpulannya warga penikmat mata air nota benenya mereka yang mampu membayar dengan jumlah yang besar per/bulannya. Sementara warga yang tak mampu mendaftar dan membeli dengan terpaksa menikmati air genangan pipa bocor PDAM atau mengkonsumsi air yang tak layak, air hujan dan sungai.
Saatnya pemerintah desa kembali pada konsep demokrasi rakyat dari, oleh dan untuk rakyat bukan demokrasi kapitalis elit politik tingkat pusat. Dan Jangan kemudian raja kecil ditingkatan desa mengadopsi tingkah bejat oknum pejabat pusat berpoya-poya menikmati hidup sendiri dan sibuk menyimpan harta kekayaan rakyat. Rebut kembali moralitas yang hampir pupus, peduli pada warga dan kepentingan rakyat. (Hajad Guna R)
2 Komentar