Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Potret Tetesan Air Mata di Lingkar Mata Air Lemor

Lombok Timur. SK_ Mata air dan air mata merupakan suku kata yang sulit dipisahkan, bahkan dibeberapa lagu tercipta mata air dan air mata. Sebut saja karya seniman legendaries Iwan fals dan musisi dangdut H. Rhoma Irama menggema menyampaikan polemik rakyat secara universal. Permasalahannya berawal pada pengelolaan dan pemampaatan berkesenjangan, baik yang dirampas oleh kaum kapitalis maupun otoritas kebijakan penguasa seakan tak berpihak pada rakyat.

Sehingga apa yang terjadi pada bebera desa di wilayah lingkar mata air Lemor, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur menangis perih tak dapat air. Bocah kecil yang semestinya menikmati sorak-sorai bersama teman sebayanya, setiap sore berjalan teratur dibelakang orang tua mereka. Tangannya menggenggam jerigen lima liter. Sementara orang tuanya memikul sepasang ember air. Setiap sore mereka harus berjalan mengambil air di parit bekas genangan air hujan untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan mandi.

Suasan perkampungan hijau dan mata air Lemor jernih membisikan kata hati “ Entah apa gerangan?”. Namun hal itu tentu kita pahami dibalik hijaunya pemukiman tersimpan hati warga penuh kepolosan. Tidak paham dengan hak sebagai warga. Sementara pemerintah terlalu asyik dengan kursi dan tahta serta melupakan kewajiban dan keberpihakan terhadap rakyat.
Di perkampungan lingkar hutan Lemor namun tidak dapat menikmati sumber mata airnya, yah,, keadaan ini hanya bergantung pada hujan. Kegelisahan sangat jelas terlihat diraut wajah mereka, ketika kehabisan air minum ataupun kekurangan air untuk kegiatan mencuci dan mandi.

Tawa kecil yang seharusnya meramaikan sore, terpaksa harus membantu memenuhi kebutuhan air bersih untuk keluarga. Orang tua semestinya mengurus keperluan kebutuhan keluarga hanya sibuk mencari dan mengambil air yang layak dikonsumsi. Begitu juga dengan salah seorang guru, sebut saja pak Mistum pengajar SD 5 Selaparang setiap pagi memboncengi sepasang derigen berisi air di sepeda motornya guna kebutuhan air minum guru dan murid-muridnya.

Mata air begitu banyak namun tidak dapat dinikmati. Seakan tidak memiliki sumber air bersih yang lain, selain air hujan. Warga seakan hidup suasana surga kering hanya mengandalkan parit sebagai penampung air hujan yang tak layak diminum dan dipakai.

Pemenuhan terhadap air bersih oleh Negara adalah hak dasar yang wajib didapatkan oleh setiap warga Negara. Tetapi setelah 68 tahun kemerdekaan RI, masyarakat tidak pernah mendapatkannya. Mereka seakan hilang dari perhatian pemerintah.

Eksisnya perusahaan air minum terkelola oleh daerah/ PDAM seakan terampas hak warga dalam pengelolaan dan pemanfaatan. Kesimpulannya warga penikmat mata air nota benenya mereka yang mampu membayar dengan jumlah yang besar per/bulannya. Sementara warga yang tak mampu mendaftar dan membeli dengan terpaksa menikmati air genangan pipa bocor PDAM atau mengkonsumsi air yang tak layak, air hujan dan sungai.

Saatnya pemerintah desa kembali pada konsep demokrasi rakyat dari, oleh dan untuk rakyat bukan demokrasi kapitalis elit politik tingkat pusat. Dan Jangan kemudian raja kecil ditingkatan desa mengadopsi tingkah bejat oknum pejabat pusat berpoya-poya menikmati hidup sendiri dan sibuk menyimpan harta kekayaan rakyat. Rebut kembali moralitas yang hampir pupus, peduli pada warga dan kepentingan rakyat. (Hajad Guna R)

Posting Komentar

2 Komentar

Unknown mengatakan…
Tingakt SDM di pemerintahan tidak menjalankan tugas sesuai fungsinya dan lebih mementingkan keuntungan pribadi untuk mewujudkan semua itu perlunya kesadaran diri dan cermin yang lebih tebal untuk para pelayan pemerintah baik tingkat desa, kabupaten dan provinsi jangan hal hal seperti ini di abaikan.
M.Hizbul Wathan mengatakan…
Akhirnya air yang semestinya milik warga dan hak warga dilucuti oleh kekuasaan.

Ad Code

Responsive Advertisement